Kolom

Kebijakan Ngawur Gubernur Jawa Barat

Oleh: Made Supriatma 

Buletinnews– Militer punya masalah dengan anak-anak muda yang bergabung didalamnya. Sama seperti anak-anak muda lainnya. Terus, kata kamu, ya kalau nakal dan tawauran kan bahaya. Apalagi kalau sampai melakukan kekerasan dan membahayakan jiwa manusia.

Lhah, prajurit-prajurit yang disebut Kasad sebagai “anak-anak muda” bersenjata! Kurang bahaya apa? Mereka pegang senapan serbu yang bisa menghamburkan 12-15 peluru per detik secara berkelanjutan.

Kebijakan gubernur Jawa Barat mengirim anak-anak yang dikategorikan “nakal” untuk dilatih di barak-barak militer jelas ngawur. Dan banyak politisi dan mereka yang mau nempel ke kekuasaan rame-rame mendukung kebijakan ini.

Ini kebijakan politisi pemalas, yang haus popularitas, tanpa memperhitungkan beaya sosial dan emosional yang akan ditanggung anak-anak ini.

Jadi, apa yang membuat anak-anak tergolong “nakal”? Bolos sekolah? Kalau itu persoalannya, apa yang didapat anak-anak kita dari sekolahanya? Apakah mereka berpikir? Apakah mereka diasuh guru-guru yang benar-benar merangsang mereka berpikir dan menjadikan kegiatan berpikir itu sebagai kegiatan yang menyenangkan?

Nakal karena balapan dan ngebut di jalan raya? Bagaimana dengan lapangan bermain mereka yang dirampas? Bagaimana dengan semangat kompetitif anak-anak yang berkobar-kobar ini disalurkan kalau lapangan-lapangan olaharaga mereka berubah menjadi mall dan perumahan?

Nakal karena mabuk dan minum minuman keras atau mencoba-coba narkoba? Sekali lagi, alkoholisme dan narkoba itu adalah symptom dari sebuah kerusakan sistem sosial. Anak-anak yang tumbuh baik, dengan berpikir dan melakukan kegiatan fisik yang baik tidak akan terjerumus menjadi pecandu. Mereka mungkin akan mencoba-coba. Berbahagialah Anda jika pada masa muda Anda tidak pernah mengalami mabuk.

Apakah nakal karena tidak bisa diatur? Tidak bisa didisiplinkan? Itu kesalahan dari cara pandang. Benar bahwa hidup itu ada aturannya dan ada disiplin yang harus ditaati. Tapi aturan itu kan tidak merata untuk semua orang. Bapak Gubernur kalau lewat harus pakai voorijders — pembuka jalan, kan? Dan kami pembayar pajak harus menanggung beaya kemacetan — bensin terbuang percuma, emosi dan energi.

Mengapa menuntut aturan dan disiplin kalau yang diuntungkan hanya yang berkuasa dan beruang?

Lagipula, tentara juga tidak sempurna-sempurna amat. Hari ini ada berita duka. Tentara hendak memusnahkan amunisi yang kedaluwarsa. Namun ia tidak berjalan dengan baik sehingga meledak. Ada 13 orang meninggal — dua perwira menengah, 2 prajurit, dan sembilan penduduk sipil.

Anak-anak kita lebih butuh terapis dan konselor ketimbang tentara. Untuk apa mengirim anak-anak ini ke barak militer? Supaya disiplin? Lihat saja berita ini. Dan, ini tidak sekali dua kali terjadi.

Si gubernur ini boleh jadi sangat populer karena kemampuannya mengemas konten. Namun bukan berarti kebijakannya juga semengkilat penampilannya di konten media sosial. Sialnya publik Indonesia suka sekali dengan drama-drama murahan seperti ini.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Check Also
Close
Back to top button