Legislatif

Respons Wakil Ketua Komisi XI DPR Soal Penerapan PPN 12 Persen

Buletinnews– Presiden Prabowo Subianto memberlakukan tarif Pajak Pertambahan Nilai 12 persen mulai Rabu, 1 Januari 2025. Penerapan PPN 12 persen itu, kata Prabowo, hanya berlaku untuk barang-barang dan layanan jasa mewah yang dikonsumsi oleh masyarakat kelas menengah atas.

Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Dolfie Othniel Frederic Palit memaparkan sejumlah hal yang perlu menjadi perhatian pemerintah mengenai penerapan PPN 12 persen tersebut.
“Dengan pemberlakuan PPN 12 persen sebagai bagian dari penerimaan perpajakan, maka hal-hal yang harus menjadi perhatian pemerintah, yang juga telah menjadi atensi sebagaimana dalam pembahasan APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) 2025,” kata Dolfie dalam keterangan yang diterima di Jakarta pada Rabu, 1 Januari 2025.

Pertama, kata dia, penerapan PPN 12 persen diharapkan membuat kinerja ekonomi nasional semakin membaik sehingga ikut berdampak bagi penciptaan lapangan kerja dan peningkatan penghasilan rakyat.
Kedua, pertumbuhan ekonomi berkualitas sehingga akan mendorong penerimaan negara. Ketiga, pelayanan publik yang semakin baik, mudah, dan nyaman sehingga rakyat merasakan kehadiran negara.
“(Lalu) efisiensi dan efektivitas belanja negara yang ditujukan dengan penanganan urusan-urusan rakyat sehingga hidup rakyat semakin mudah dan nyaman,” ujarnya.

Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu menuturkan pemerintah harus menyosialisasi barang-barang yang masuk kategori mewah kepada publik agar masyarakat mendapatkan informasi secara menyeluruh.

Sebelumnya, dia menjelaskan kebijakan PPN 12 persen merupakan amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang disahkan dalam Paripurna DPR RI pada 7 Oktober 2021.
“Penerapannya juga telah ditetapkan dalam UU APBN 2025 yang telah disahkan pada tanggal 19 September 2024,” ucap Dolfie, yang menjadi Ketua Panja Rancangan Undang-Undang HPP.

Dia menyebutkan, dalam UU APBN 2025, Pemerintah memiliki ruang untuk melakukan penyesuaian APBN apabila terdapat perubahan kebijakan-kebijakan fiskal, yakni kebijakan perpajakan dan belanja negara. Pemerintah, kata dia, tidak menjadikan APBN Perubahan/Penyesuaian sebagai pilihan.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button